Muncul Usulan Tes Keperawanan Bagi Wanita yang Akan Menikah. Katanya Buat Kurangi Perceraian
Loading...
Loading...
Apa yang ada di benakmu saat tahu bahwa ada usulan baru soal syarat menikah, yakni melakukan tes keperawanan bagi wanita?
Kalau merasa usulan tersebut terlalu berlebihan karena menyangkut privasi seseorang, kamu adalah satu dari sekian juta wanita yang berpikiran hal yang sama. Selama ini, belum ada satu pun negara yang memberlakukan aturan tersebut karena memang sifatnya yang sangat personal.
Tapi seorang hakim Indonesia bernama Binsar Gultom mengusulkan pengadaan tes keperawanan untuk mengurangi angka perceraian. Sebagaimana dilaporkan Antara News, usulan yang tertuang dalam bukunya yang berjudul ‘Pandangan Kritis Seorang Hakim’, jelas langsung menuai kontroversi.
Usulan ini menimbulkan pro kontra dari berbagai pihak. Nah sebelum kamu beropini macam-macam, yuk simak dulu ulasan berikut ini! Kasus perceraian yang tinggi di Indonesia jadi alasan kuat hakim Binsar Gultom mengusulkan tes keperawanan bagi wanita sebelum menikah
Hakim yang dikenal dari keterlibatannya menangani kasus kopi sianida Jessica Wongso ini memaparkan alasan perlunya tes keperawanan dilakukan, yakni untuk menekan angka perceraian di Indonesia.
Dilansir dari Detik, Binsar memaparkan data dari Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, dari 2 juta pernikahan di Indonesia, 300 ribu di antaranya bercerai dengan berbagai alasan, salah satunya karena keterpaksaan.
Perkawinan yang dilandasi keterpaksaan ini banyak terjadi karena hamil di luar nikah. Adanya tes tersebut, menurut Binsar secara otomatis akan meminimalisir pernikahan akibat keterpaksaan sehingga tingkat perceraian pun ikut berkurang.
Tidak hanya wanita, para lelaki juga diusulkan menjalani tes keperjakaan sebelum memutuskan menikah. Memangnya bisa?
Agar tidak terjadi diskriminasi, seperti dikutip Detik, Binsar juga mengusulkan adanya tes keperjakaan bagi para calon pengantin pria. Ia meminta para ahli kedokteran melakukan penelitian terkait prosedur untuk mengetahui apakah seorang lelaki masih atau sudah tidak perjaka.
Menurutnya dengan teknologi kedokteran yang sudah modern seperti sekarang, pasti cara itu bisa ditemukan. Dirinya juga yakin bahwa hal itu bisa mencegah bibit-bibit perceraian timbul di kemudian hari apalagi kalau ternyata si istri baru tahu kalau keperjakaan suaminya terenggut di dunia malam atau rumah pelacuran.
Namun usulan tes yang dimaksud bukan sebuah ketentuan pakem dari negara yang mana setiap calon pengantin harus melalui prosedur resmi, tapi lebih ke arah keputusan internal keluarga. Usulan ini tidak secara langsung diajukan kepada pemerintah selaku pembuat kebijakan. Binsar sendiri menyadari kalau tes keperawanan atau keperjakaan ini sifatnya sangat privat sehingga sangat tidak mungkin kalau penerapannya diatur langsung oleh negara.
Usulan ini lebih diarahkan kepada keluarga yang bersangkutan, apakah menghendaki adanya tes tersebut pada anggota keluarga mereka yang mau menikah. Orang tua diminta untuk memastikan apakah anak-anaknya menikah benar-benar atas dasar cinta dan ketulusan, bukan untuk menutupi aib.
Kalau memang masih ragu, para orangtua bisa melibatkan tim medis. Saat inilah orang tua bisa mengukur tingkat keseriusan anaknya.
Bila ada indikasi keterpaksaan, lebih baik jangan diteruskan karena rawan bercerai.
Selain tes keperawanan atau keperjakaan, ada beberapa hal yang menurut Binsar bisa dilakukan untuk menekan angka perceraian di Indonesia Tes keperawanan atau keperjakaan bukan satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk menekan angka perceraian di Indonesia.
Binsar juga menyebut beberapa faktor lain seperti menaikkan syarat usia calon pengantin. Laki-laki dari 19 tahun jadi 25 tahun dan perempuan dari 16 tahun jadi 21 tahun.
Menurutnya, pernikahan yang dilakukan terlalu dini akan mudah memicu perceraian karena kedua mempelai belum dewasa mengambil keputusan.
Kedua, karena kondisi ekonomi juga sering menjadi alasan bercerai, memiliki pekerjaan jadi hal yang bisa diwajibkan bagi salah satu atau kedua calon pengantin.
Selain itu, syarat poligami juga harus diperketat, yang sebelumnya hanya perlu izin dari istri pertama, tapi selanjutnya suami yang akan poligami harus benar-benar memastikan bisa berlaku adil bagi istri-istri dan anak-anaknya. Bagi yang tidak bisa adil akan diberi sanksi hukum.
Usulan Binsar ini memang menimbulkan pro kontra karena dinilai akan melanggar privasi seseorang. Kalau menurut kalian gimana, setuju atau nggak?
Sumber: hipwee.com
Kalau merasa usulan tersebut terlalu berlebihan karena menyangkut privasi seseorang, kamu adalah satu dari sekian juta wanita yang berpikiran hal yang sama. Selama ini, belum ada satu pun negara yang memberlakukan aturan tersebut karena memang sifatnya yang sangat personal.
Tapi seorang hakim Indonesia bernama Binsar Gultom mengusulkan pengadaan tes keperawanan untuk mengurangi angka perceraian. Sebagaimana dilaporkan Antara News, usulan yang tertuang dalam bukunya yang berjudul ‘Pandangan Kritis Seorang Hakim’, jelas langsung menuai kontroversi.
Usulan ini menimbulkan pro kontra dari berbagai pihak. Nah sebelum kamu beropini macam-macam, yuk simak dulu ulasan berikut ini! Kasus perceraian yang tinggi di Indonesia jadi alasan kuat hakim Binsar Gultom mengusulkan tes keperawanan bagi wanita sebelum menikah
Hakim yang dikenal dari keterlibatannya menangani kasus kopi sianida Jessica Wongso ini memaparkan alasan perlunya tes keperawanan dilakukan, yakni untuk menekan angka perceraian di Indonesia.
Dilansir dari Detik, Binsar memaparkan data dari Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, dari 2 juta pernikahan di Indonesia, 300 ribu di antaranya bercerai dengan berbagai alasan, salah satunya karena keterpaksaan.
Perkawinan yang dilandasi keterpaksaan ini banyak terjadi karena hamil di luar nikah. Adanya tes tersebut, menurut Binsar secara otomatis akan meminimalisir pernikahan akibat keterpaksaan sehingga tingkat perceraian pun ikut berkurang.
Tidak hanya wanita, para lelaki juga diusulkan menjalani tes keperjakaan sebelum memutuskan menikah. Memangnya bisa?
Agar tidak terjadi diskriminasi, seperti dikutip Detik, Binsar juga mengusulkan adanya tes keperjakaan bagi para calon pengantin pria. Ia meminta para ahli kedokteran melakukan penelitian terkait prosedur untuk mengetahui apakah seorang lelaki masih atau sudah tidak perjaka.
Menurutnya dengan teknologi kedokteran yang sudah modern seperti sekarang, pasti cara itu bisa ditemukan. Dirinya juga yakin bahwa hal itu bisa mencegah bibit-bibit perceraian timbul di kemudian hari apalagi kalau ternyata si istri baru tahu kalau keperjakaan suaminya terenggut di dunia malam atau rumah pelacuran.
Namun usulan tes yang dimaksud bukan sebuah ketentuan pakem dari negara yang mana setiap calon pengantin harus melalui prosedur resmi, tapi lebih ke arah keputusan internal keluarga. Usulan ini tidak secara langsung diajukan kepada pemerintah selaku pembuat kebijakan. Binsar sendiri menyadari kalau tes keperawanan atau keperjakaan ini sifatnya sangat privat sehingga sangat tidak mungkin kalau penerapannya diatur langsung oleh negara.
Usulan ini lebih diarahkan kepada keluarga yang bersangkutan, apakah menghendaki adanya tes tersebut pada anggota keluarga mereka yang mau menikah. Orang tua diminta untuk memastikan apakah anak-anaknya menikah benar-benar atas dasar cinta dan ketulusan, bukan untuk menutupi aib.
Kalau memang masih ragu, para orangtua bisa melibatkan tim medis. Saat inilah orang tua bisa mengukur tingkat keseriusan anaknya.
Bila ada indikasi keterpaksaan, lebih baik jangan diteruskan karena rawan bercerai.
Selain tes keperawanan atau keperjakaan, ada beberapa hal yang menurut Binsar bisa dilakukan untuk menekan angka perceraian di Indonesia Tes keperawanan atau keperjakaan bukan satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk menekan angka perceraian di Indonesia.
Binsar juga menyebut beberapa faktor lain seperti menaikkan syarat usia calon pengantin. Laki-laki dari 19 tahun jadi 25 tahun dan perempuan dari 16 tahun jadi 21 tahun.
Menurutnya, pernikahan yang dilakukan terlalu dini akan mudah memicu perceraian karena kedua mempelai belum dewasa mengambil keputusan.
Kedua, karena kondisi ekonomi juga sering menjadi alasan bercerai, memiliki pekerjaan jadi hal yang bisa diwajibkan bagi salah satu atau kedua calon pengantin.
Selain itu, syarat poligami juga harus diperketat, yang sebelumnya hanya perlu izin dari istri pertama, tapi selanjutnya suami yang akan poligami harus benar-benar memastikan bisa berlaku adil bagi istri-istri dan anak-anaknya. Bagi yang tidak bisa adil akan diberi sanksi hukum.
Usulan Binsar ini memang menimbulkan pro kontra karena dinilai akan melanggar privasi seseorang. Kalau menurut kalian gimana, setuju atau nggak?
Sumber: hipwee.com
Loading...
Loading...
test
BalasHapus